Rekomendasi PAPDI tentang Pemberian Vaksinasi COVID-19 pada Pasien dengan Penyakit Penyerta/ Komorbid (Revisi 18 Maret 2021)
Rekomendasi PAPDI tentang Pemberian Vaksinasi COVID-19
pada Pasien dengan Penyakit Penyerta/ Komorbid (Revisi 18 Maret 2021)
Sehubungan dengan program vaksinasi COVID-19 yang sedang berlangsung dan sampai saat ini telah menjangkau lansia dan petugas publik, berbagai saran dan masukan kami terima dari kondisi saat pelaksanaan vaksinasi. Berdasarkan hal tersebut maka kami dari Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) memberikan beberapa tambahan dan revisi rekomendasi vaksinasi COVID-19 (Coronavac). Rekomendasi ini kami susun dengan mempertimbangkan beberapa hal yaitu:
1. Upaya untuk mencapai herd immunity (kekebalan kelompok) pada populasi Indonesia untuk memutus transmisi COVID-19 sehingga diperlukan cakupan vaksinasi yang luas
2. Kesepakatan dari para ahli mengenai keamanan dan manfaat vaksinasi COVID-19
3. Bukti Ilmiah yang terus berkembang terkait dengan pelaksanaan vaksinasi COVID-19 pada penyakit dan kondisi tertentu.
4. Sudah dikeluarkannya 4 kali rekomendasi PAPDI yang selalu disesuaikan dengan perkembangan keilmuan yang ada.
LAMPIRAN REKOMENDASI
- I. Individu usia 18 – 59 tahun yang memenuhi kriteria dibawah ini pada dasarnya TIDAK LAYAK untuk divaksinasi Coronavac yaitu:
- 1) Reaksi alergi berupa anafilaksis dan reaksi alergi berat akibat vaksin COVID-19 dosis pertama ataupun akibat dari komponen yang sama dengan yang terkandung dalam vaksin COVID-19.
- 2) Individu yang sedang mengalami infeksi akut. Jika infeksinya sudah teratasi maka dapat dilakukan vaksinasi COVID-19. Pada infeksi TB, pengobatan OAT perlu minimal 2 minggu untuk layak vaksinasi.
- 3) Individu dengan penyakit imunodefisiensi primer.
- II. Untuk individu dengan usia >59 tahun, kelayakan vaksinasi Coronavac ditentukan oleh kondisi frailty (kerapuhan) dari individu tersebut yang diperoleh dari kuesioner RAPUH (keterangan dibawah). Jika nilai yang diperoleh lebih dari 2, maka individu tersebut belum layak untuk dilakukan vaksinasi COVID-19. Jika ragu dengan nilai dari individu lansia tersebut, maka dapat dikonsulkan ke dokter ahli di bidangnya (Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Geriatri (SpPD-KGer) atau Spesialis Penyakit Dalam Umum (SpPD) khususnya di lokasi yang tidak memiliki konsultan geriatri.
Kuesioner RAPUH
Penapisan Sindrom Kerapuhan/Kerentaan/Frailty (ICD Code : R54) –Adaptasi dan validasi kuesioner FRAIL
- 1. R = Resistensi (Resistance)
- Dengan diri sendiri atau tanpa bantuan alat, apakah anda mengalami kesulitan untuk naik 10 anak tangga dan tanpa istirahat diantaranya?
- Skor 1 = Ya, 0 = Tidak
- 2. A = Aktifitas (Fatigue)
- Seberapa sering dalam 4 minggu ada merasa kelelahan?
- 1: Sepanjang waktu
- 2: Sebagian besar waktu
- 3: Kadang – kadang
- 4: Jarang
- Bila jawab 1 atau 2 skor = 1 dan selain itu skor = 0
- 3. P = penyakit lebih dari 4 (Illnesses)
- Partisipan ditanya, apakah dokter pernah mengatakan kepada anda tentang penyakit anda (11 penyakit utama: hipertensi, diabetes, kanker (selain kanker kulit kecil), penyakit paru kronis, serangan jantung, gagal jantung kongestif, nyeri dada, asma, nyeri sendi, stroke dan penyakit ginjal)?
- Bila jawaban jumlah total penyakit skor yang tercatat 0-4 penyakit = 0 dan 5-11 penyakit=1
- 4. Usaha berjalan : (Ambulatory)
- Dengan diri sendiri dan tanpa bantuan, apakah anda mengalami kesulitan berjalan kira – kira sejauh 100 sampai 200 meter?
- Skor Ya = 1, dan Tidak = 0
- 5. H = Hilangnya berat badan : (Loss of Weight)
- Berapa berat badan saudara dengan mengenakan baju tanpa alas kaki saat ini?
- Satu tahun yang lalu, berapa berat badan anda dengan mengenakan baju tanpa alas kaki?
- - Keterangan perhitungan berat badan dalam persen : [(berat badan 1 tahun yang lalu – berat badan sekarang)/Berat badan satu tahun lalu)]x 100%
- - Bila hasil >5% (mewakili kehilangan berat badan 5%) diberi skor 1 dan
Intepretasi : Skor 1-2 : Pre-Frail (Pra-Rapuh). Skor >2 : Frail (Rapuh/Renta)
III. Individu dengan kondisi dibawah ini pada dasarnya LAYAK untuk diberikan vaksinasi COVID-19 sesuai dengan keterangan yang tercantum pada tabel di bawah ini:
NO |
PENYAKIT |
CATATAN |
1. |
Penyakit autoimun |
Individu dengan penyakit autoimun layak untuk mendapatkan vaksinasi jika penyakitnya sudah dinyatakan stabil sesuai rekomendasi dokter yang merawat. |
2. |
Reaksi anafilaksis (bukan akibat vaksinasi COVID-19) |
Jika tidak terdapat bukti reaksi anafilaksis terhadap vaksin COVID-19 ataupun komponen yang ada dalam vaksin COVID-19 sebelumnya, maka individu tersebut dapat divaksinasi COVID-19. Vaksinasi dilakukan dengan pengamatan ketat dan persiapan penanggulangan reaksi alergi berat. Sebaiknya dilakukan di layanan kesehatan yang mempunyai fasilitas lengkap. |
3. |
Alergi obat |
Perlu diperhatikan pada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap antibiotik neomicin, polimiksin, streptomisin, dan gentamisin agar menjadi perhatian terutama pada vaksin yang mengandung komponen tersebut. Namun, vaksin COVID-19 tidak mengandung komponen tersebut sehingga dapat diberikan vaksinasi COVID-19. |
4. |
Alergi makanan |
Alergi makanan tidak menjadi kontraindikasi dilakukan vaksinasi COVID-19. |
5. |
Asma |
Asma yang terkontrol dapat diberikan vaksinasi COVID-19 |
6. |
Rinitis alergi |
Rinitis tidak menjadi kontraindikasi untuk dilakukan vaksinasi COVID-19. |
7. |
Urtikaria |
Jika tidak terdapat bukti timbulnya urtikaria akibat vaksinasi COVID-19, maka vaksin layak diberikan. Jika terdapat bukti urtikaria, maka menjadi keputusan dokter secara klinis untuk pemberian vaksinasi COVID-19. Pemberian antihistamin dianjurkan sebelum dilakukan vaksinasi. |
8. |
Dermatitis atopik |
Dermatitis atopik tidak menjadi kontraindikasi untuk dilakukan vaksinasi COVID-19. |
9. |
HIV |
Pasien HIV dengan kondisi klinis baik dan minum obat ARV teratur dapat diberikan vaksin COVID-19. |
10. |
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) |
PPOK yang terkontrol dapat diberikan vaksinasi COVID-19. |
11. |
Interstitial Lung Disease (ILD) |
Pasien ILD layak mendapatkan vaksinasi COVID-19 jika dalam kondisi baik dan tidak dalam kondisi akut. |
12. |
Penyakit hati |
|
13. |
Transplantasi hati |
Pada individu yang sudah dilakukan transplantasi hati dapat diberikan vaksinasi COVID-19 minimal 3 bulan pasca transplan dan sudah menggunakan obat-obatan imunosupresan dosis minimal. |
14. |
Hipertensi |
Selama tekanan darah <180/110 mmHg dan atau tidak ada kondisi akut seperti krisis hipertensi. |
15. |
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) non dialisis |
Penyakit ginjal kronik non dialisis dan dialisis dalam kondisi stabil secara klinis layak diberikan vaksin COVID-19 karena risiko infeksi yang tinggi dan risiko mortalitas serta morbiditas yang sangat tinggi pada populasi ini bila terinfeksi COVID-19. Kriteria stabil meliputi pasien tidak sedang mengalami komplikasi akut terkait penyakit ginjal kronik, atau tidak dalam kondisi klinis lain dimana dalam penilaian dokter yang merawat tidak layak untuk menjalani vaksinasi. |
16. |
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) dialisis (hemodialisis dan dialisis peritoneal) |
|
17. |
Transplantasi ginjal |
Pasien resipien transplantasi ginjal yang mendapatkan imunosupresan dosis maintenance dan dalam kondisi stabil secara klinis layak diberikan vaksin COVID-19 mengingat risiko infeksi yang tinggi dan risiko mortalitas dan morbiditas yang sangat tinggi pada populasi ini bila terinfeksi COVID-19. Catatan: Pasien resipien transplantasi ginjal yang sedang dalam kondisi rejeksi atau masih mengkonsumsi imunosupresan dosis induksi dinilai belum layak untuk menjalani vaksinasi COVID-19. |
18. |
Gagal jantung |
Gagal jantung yang berada dalam kondisi stabil dan tidak sedang akut dapat diberikan vaksinasi |
19. |
Penyakit jantung koroner |
Penyakit jantung koroner yang berada dalam kondisi stabil dan tidak sedang akut dapat diberikan vaksinasi |
20. |
Aritmia |
Aritmia yang dalam kondisi stabil dan tidak sedang dalam keadaan akut/ maligna dapat diberikan vaksinasi |
21. |
Gastrointestinal |
|
22. |
Diabetes Melitus Tipe 2 |
Kecuali dalam kondisi metabolik akut. |
23. |
Obesitas |
Pasien dengan obesitas tanpa komorbid yang berat. |
24. |
Hipertiroid dan Hipotiroid (baik autoimun ataupun non-autoimun) |
Dalam pengobatan jika secara klinis sudah stabil maka boleh diberikan vaksin COVID-19. |
25. |
Nodul tiroid |
Diperbolehkan diberikan vaksin COVID-19 jika secara klinis tidak ada keluhan. |
26. |
Kanker darah, kanker tumor padat, kelainan darah seperti talasemia, imunohematologi, hemofilia, gangguan koagulasi dan kondisi lainnya |
Kelayakan dari individu dengan kondisi ini ditentukan oleh dokter ahli di bidang terkait, konsulkan terlebih dahulu sebelum pemberian vaksin COVID-19.
|
27. |
Donor darah (Darah lengkap/ Whole blood) |
Penerima vaksin Sinovac dapat mendonorkan darah setelah 3 hari pasca vaksinasi apabila tidak terdapat efek samping vaksinasi. |
28. |
Penyakit gangguan psikosomatis |
|
IV. Penyintas COVID-19 jika sudah sembuh minimal 3 bulan, maka layak diberikan vaksin COVID-19.
V. Penggunaan obat-obatan rutin tidak berhubungan dengan pembentukan antibodi pasca vaksinasi Coronavac (misalnya statin, antiplatelet, dll).
VI. Individu yang sudah mendapatkan vaksin COVID-19 saat ini tidak direkomendasikan untuk menjadi pendonor terapi plasma konvalesen.
VII. Apabila terdapat keraguan, maka konsultasikan dengan dokter yang merawat. Pada beberapa kondisi dimana seseorang memerlukan surat keterangan Dokter Spesialis Penyakit Dalam untuk kelayakan vaksinasi COVID-19, dapat menggunakan format seperti lampiran dibawah ini.
Surat Keterangan Kelayakan Vaksinasi COVID-19
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama :
Menerangkan bahwa:
Nama :
Tanggal lahir :
Setelah dilakukan pengkajian yang komprehensif, layak/tidak layak* mendapatkan vaksinasi COVID-19. Demikian surat keterangan ini dibuat untuk digunakan dengan semestinya.
(Tempat/tanggal/bulan/tahun)
Ttd
(Nama Dokter Spesialis Penyakit Dalam)
*Coret yang tidak perlu
Ensiklopedi PENYAKIT
Ensiklopedia merupakan kumpulan penjelasan kata-kata yang berisi informasi secara luas, lengkap dan disusun berdasarkan huruf yang dicetak ke dalam buku.